- piperazin sitrat
- atsiri
- amilun
- damar
- lemak
- tannin
Khasiat:Temu giring dalam pengobatan tradisional dimanfaatkan sebagai obat cacing, meningkatkan
stamina, rematik, sembelit, dan disentri.
Selama ini, infeksi cacing tidak selalu menimpa anak-anak. Siapa pun bisa terinfeksi bila pola hidupnya kurang higienis. Untuk mengusir cacing dari saluran pencernaan kita itu bisa digunakan bahan-bahan alami di sekitar kita. Di antaranya temu ireng (hitam) atau temu giring. Anak berbadan kurus, muka pucat, dan perut buncit, sering langsung divonis cacingan. Kesimpulan macam itu ada benarnya, meski tak seluruhnya benar. Penampilan seperti itu memang merupakan sebagian manifestasi gejala cacingan, yang acap tidak begitu nyata. Tanda-tanda serangan cacing lainnya antara lain gangguan lambung dan usus, seperti mulas-mulas, kejang-kejang, dan diare berkala.
Bila dilakukan pemeriksaan rektal, bisa ditemukan adanya gumpalan cacing. Massa cacing itu bisa pula teraba lewat dinding perut. Jenis yang sering menginfeksi manusia di antaranya cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Axyuris vermicularis), cacing pita (Taenia solium/ T. saginata), dan cacing tambang americans).(Ancylostoma duodenale dan Nectator pasukan cacing itu bisa bikin kurus orang yang jadi induk semangnya lantaran mereka menjarah zat gizi.
Di dalam saluran perut setiap 20 ekor cacing dewasa bisa menyedot 2,8 g karbohidrat dan 0,7 g protein dalam sehari. Dengan demikian infeksi berat yang disebabkan beratus-ratus cacing akan mengambil sebagian besar makanan di saluran pencernaan. Karena ulah mereka penderita juga tidak bisa hidup
nyaman.
Penyusupan makhluk parasit ini diawali dengan masuknya telur mengandung embrio melalui makanan. Lalu menetas menjadi jabang cacing. Dalam kediaman barunya mereka bertelur. Sebagian telur akan melanglang buana menumpang tinja yang melewati "kutub selatan". Bila tinja ini tidak menuju ke tempat yang selayaknya, telur cacing bisa menyebar ke makanan melalui kurir lalat. Untuk memerangi cacing yang kadung menghuni perut, biasanya digunakan bahan antelmentik (anticacing). Ada dua golongan bahan pelawan cacing itu, yakni vermifuga (obat-obat yang melumpuhkan cacing dalam usus dan cacing yang dikeluarkan dalam keadaan hidup) dan vermicida (obat-obat yang dapat mematikan cacing dalam tubuh). Obat-obat untuk membasmi cacing tadi cukup banyak dijual di pasaran.
Namun, bila dirasa terlalu mahal, masih ada alternatif obat lain yang bisa dipilih, yakni dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Saat ini telah diketahui banyak tumbuhan obat yang pernah dan masih digunakan secara tradisional sebagai obat anticacing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Seluruhnya diketahui ada 105 tanaman, di antaranya tumbuh di Indonesia. Umumnya, tanaman itu digunakan perasannya. Untuk mendukung data empiris, uji khasiat secara ilmiah pun dilakukan untuk membuktikan khasiatnya.
Dari berbagai pengujian yang telah dilakukan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian, ada beberapa tanaman obat yang cukup banyak mendapat perhatian. Empat di antaranya adalah temu giring, temu ireng, pepaya, dan pare. Lebih baik diiris Temu giring (Curcuma heyneana) dan temu ireng (C. aeruginosa) merupakan tanaman obat dari satu famili Zingiberaceae. Namun, keduanya mempunyai kandungan kimia berbeda, terutama kadar minyak atsirinya.
Di dalam rimpang kedua temu-temuan ini terdapat zat aktif yang dapat membunuh cacing ascaris seperti halnya piperazin sitrat (obat sintetis yang paling efektif memberantas cacing ascaris). Zat aktif itu adalah minyak atsiri, monoterpen, seskuiterpen. Diduga, mereka bekerja mengantagonis asetilkolin, sehingga menekan kontraksi otot polos.
Dari satu penelitian in vitro terbukti, perasan rimpang temu ireng dapat menekan amplitudo kontraksi spontan jejunum (usus kecil) kelinci. Diduga, zat aktif yang bekerja sebagai antelmentik berasal dari minyak atsiri. Mengingat dengan cara sinergis kedua tanaman ini bersifat antelmentik, maka dicoba pula mengkombinasikan kedua tanaman itu sebagai antelmentik.
Penelitian yang dilakukan Endah Eny Riayati (Fakultas Farmasi, UGM) membuktikan, secara in vitro sediaan rebusan irisan rimpang temu ireng lebih cepat mematikan Ascaridia galli ketimbang rebusan parutan dan rebusan serbuk. Hal ini diperkuat dengan analisis kuantitatif pada kromatografi lapis tipis.
Ternyata pada sediaan irisan terdapat bercak dengan intensitas lebih kuat dibandingkan yang lain. Penelitian lain yang dilakukan Putu Satiawati (Fakultas MIPA, Unair) membuktikan secara in vitro, rendaman cacing Ascaris suum selama 24 jam dalam perasan temu hitam konsentrasi 60% membunuh cacing 68%.
Sedangkan dalam perasan temu giring dengan konsentrasi sama, hanya membunuh cacing 36%. Daya antelmentik rimpang temu giring terhadap cacing kremi diteliti secara klinis oleh Ade Mardiati Rabia, Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanudin pada sejumlah anak-anak panti asuhan.
Dengan dosis 2 g secara oral ternyata memberi hasil tak berbeda dengan pirantel pamoat dosis 50 mg/kg bobot badan dalam menurunkan jumlah telur cacing. Sedangkan Prof. Dr. Koesdianto Tantular meneliti khasiat sirup rimpang temu ireng dan temu giring terhadap murid SD kelas 1 sampai kelas 6 di Surabaya. Dengan dosis 15 ml per hari, setara dengan 25 g bahan segar, mempunyai khasiat sama dengan pemberian membendazol 500 mg dosis tunggal. Untuk menggunakannya sebagai
obat anticacing gelang diperlukan satu potong empu temu giring/ireng sebesar telur ayam dan ½ gelas air panas. Temu giring/ireng dicuci dan diparut, kemudian disedu dengan air panas. Setelah dingin, seduhan disaring.
Untuk
anak 3 - 5 tahun diminumkan 1 kali sehari 2 sendok makan, anak 6 - 8 tahun 1 kali sehari 5 sendok makan,
anak 9 - 12 tahun 1 kali sehari 8 sendok makan dan
dewasa 1 kali sehari ½ gelas. Seduhan diberikan pagi hari sebelum makan selama tiga hari berturut-turut. Sedangkan untuk menjadikan obat anticacing kremi diperlukan ½ jari rimpang temu giring.
Temu itu dicuci, diparut, diberi 1 sendok makan air masak dan sedikit garam, diperas, dan diminum. Ini dilakukan 2 kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Papain perusak tubuh cacing Dari tanaman pepaya, hampir semua bagian tumbuhan ini, dari akar, daun, getah, hingga bijinya, secara empiris telah digunakan sebagai antelmentik.
Diduga, zat aktif dalam pepaya adalah papain dan karposit. Papain adalah enzim proteolitik yang kita kenal untuk melunakkan daging. Zat itu melakukan proses pemecahan jaringan ikat, yang disebut proses proteolitik. Semakin banyak protein yang dipecah, daging semakin lunak. Sebagai antelmentik papain bekerja seperti dalam melunakkan daging.
Papain melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Dalam hal ini, bagian pepaya itu bekerja sebagai vermifuga. Beberapa penelitian yang mendukung pemanfaatan pepaya sebagai obat anticacing di antaranya yang dilakukan secara in vitro oleh Atiyah. Dalam penelitiannya digunakan bahan berupa getah yang diperoleh dengan cara menyadap buah muda pepaya tanpa dipetik. Isolasi papain dilakukan dengan membiarkan getah dalam alkohol 80%, sehingga papain akan mengendap.
Endapan papain dikeringkan dalam oven bersuhu 50 - 55oC selama enam jam. Uji terhadap Ascaris suilla dilakukan dengan merendam cacing pada larutan papain. Papain secara in vitro bekerja sebagai antelmentik pada dosis 600 mg. Pemerikasaan efek antelmentik papain kasar terhadap cacing lambung (Haemoconthus contortus R.), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, dilakukan oleh Anita Ridayanti.
Hasilnya menunjukkan, pemberian papain kasar sampai 0,6 g/kg bobot badan meyebabkan penurunan jumlah cacing dan telurnya. Inong Nuraini, dari Jurusan Biologi FMIPA Unair, dalam penelitiannya membuktikan, secara in vitro pemberian 50% perasan daun pepaya gantung (Carica papaya), sudah menimbulkan efek kematian pada cacing hati sapi (Fasciola gegantica) setelah setengah jam. Bila lamanya mencapai dua jam, semua cacing yang direndam akan mati. Sementara itu Elita Rahman, dari Jurusan Farmasi FMIPA USU, mencoba membandingkan khasiat antelmentik kulit batang delima putih (Punica granatum) dan perasan daun pepaya secara in vitro.
Hasilnya,
daun pepaya memepunyai khasiat antelmentik lebih kuat dari kulit batang delima putih pada konsentrasi 30%. Akan tetapi, dibandingkan dengan piperazuin sitrat 0,2%, khasiat kedua tanaman lebih lemah. Kedua tanaman bekerja sebagai vermifuga. Untuk memanfaatkan
biji pepaya sebagai obat anticacing diperlukan biji pepaya sebanyak 2 sendok makan, dicuci, dan digiling halus. Biji pepaya halus itu disedu dengan ½ cangkir air panas dan diberi 1 sendok makan madu. Setelah suam-suam kuku ramuan diminum 1 kali sehari selama 3 kali berturut-turut.
Kalau
akar pepaya yang digunakan, diperlukan beberapa potong akar pepaya. Akar pepaya dibersihkan dan dilumat bersama dengan bawang putih, ditambah segelas air, kemudian didihkan sampai diperoleh ½ gelas air. Campuran disaring ke dalam gelas. Minum 2 kali sehari masing-masing ¼ gelas. Ramuan akar pepaya ini hanya untuk mengusir cacing kremi.
Sementara
bila dipilih daunnya, penggunaannya dengan cara merebus daunnya dalam air mendidih lebih kurang selama 15 menit dan airnya diminum. Bagian daun pepaya yang diduga sebagai anticacing adalah carposide (karposit). Untuk menggunakan getah pepaya belum diperoleh pustaka pemakaian empirisnya. Akan tetapi, dari getah pepaya yang diharapkan berkhasiat sebagai antelmentik adalah getahnya yang mengandung papain. Dalam pemakaian empiris hanya disebutkan bahwa dari getah pepaya muda disedu dengan air masak dan diminum.
Gunakan daunnya Tanaman lain yang cukup mendapat perhatian sebagai antelmentik adalah
pare (Momordica charantia L.). Di dalamnya terdapat zat aktif momordisin, momordin, asam trikosanat, dan saponin. Dalam kaitannya dengan cacing, saponinlah yang memiliki daya racun bagi cacing parasit.
Tanaman ini bekerja sebagai vermicida. Perasan daun pare bisa mengusir cacing Penelitian daya antelmentik daun pare, baik dalam bentuk perasan maupun infus daun segar dan kering, terhadap cacing ascaris dilakukan secara in vitro oleh M.E. Prima Listiani, dari Fakultas Farmasi UGM. Dari penelitiannya terbukti, perasan daun segar mempunyai khasiat antelmentik terbesar. Namun, terhadap waktu kematian cacing tidak lebih baik dari piperazin sitrat. Iin Kurnia Prabaningtyas dari Fakultas Kedokteran UGM juga membuktikan, secara in vitro perasan daun pare 50% mampu membunuh cacing tambang dalam jumlah yang sama dengan menggunakan pyrantel pamoat 0,236%.
Kuswinarti dari Lab. Farmakologi, Fakultas Kedokteran Unpad, membuktikan, secara in vitro nenas muda (Ananas comosus L. Merr), pare, dan daun lidah buaya (Aloe vera L.) pada kadar 80% dapat mematikan cacing Ascaris lumbricoides. Namun, jumlah dan waktu kematiannya berbeda. Buah nenas muda mempunyai efek antelmentik paling kuat, disusul buah pare dan lidah buaya. Untuk
menjadikannya obat anticacing diperlukan segenggam daun pare segar, garam secukupnya, dan air ½ cangkir.
Cara membuatnya, daun pare dilumatkan dengan air, diperas dengan kain bersih ke dalam gelas. Tambahkan sedikit garam dan diaduk sampai larut. Perasan ini diminum semuanya pada pagi hari sebelum sarapan secara berturut-turut selama 3 hari.